LAPORAN
PRAKTIKUM
PERENCANAAN CAMPURAN
BETONDENGAN MUTU K-200
ANDY
ANDRIANSYAH NIM. 2014310016/ MUCHLISIN NIM. 2014310026
PROGRAM
STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ISKANDARMUDA
SURIEN – BANDA ACEH 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Beton
adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus (pasir), agregat
kasar (kerikil), air dan semen Portland atau bahan pengikat hidrolis lain yang
sejenis, dengan atau tanpa bahan tambahan lain. Semen atau bahan pengikat dan
air sebagai bahan pereaksi. Beton merupakan campuran yang mula-mula bersifat
plastis kemudian mengeras yang mempunyai masa. Kekuatan beton dipengaruhi oleh
faktor-faktor komposisi campuran, mutu bahan dasar, kondisi temperatur tempat
beton mengeras dan cara membuatnya atau pelaksanaannya.
Mutu beton adalah kuat tekan atau
kuat desak beton pada umur 28 hari dari benda uji silinder standar. Dikatakan
28 hari karena pada umur tersebut semen secara optimal sudah mengeras (mulai
mengeras ketika 45 menit). Mutu beton ada dua:
a. Mutu
Non-Struktural : beton dengan kuat tekan <
150 kg/cm² atau < 15 MPa,
digunakan pada konstruksi non-struktural yang tidak dapat menahan beban.
b. Mutu
Struktural
: beton dengan kuat tekan>150
kg/cm2 atau > 15 MPa digunakan untuk bangunan struktural
yang mampu menahan beban (beban hidup hidup dan beban mati).
Untuk mendapatkan atau menghasilkan
mutu beton yang baik, maka kita perlu merencanakan komposisi bahan-bahan yang
digunakan dalam campuran beton tersebut. Pada praktikum ini mutu beton yang
direncanakan adalah mutu beton K-200. Total beton, selebihnya adalah
kandungan zat lain seperti perekat dan pereaksi. Agregat terdiri dari fine sand (pasir halus), coarse sand (pasir kasar), dan coarse agregat (kerikil).
Air yang digunakan pada praktikum
ini berasal dari laboratorium konstruksi Bahan Bagunan Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala dan agregat didatangkan dari sungai Krueng Aceh,
Sedangkan semennya adalah Semen Andalas Indonesia (SAI) Type-I.
Hal yang perlu dilakukan sebelum
melaksanakan campuran beton adalah mengadakan praktikum terhadap bahan dasar
beton yaitu agregat sedangkan semen dan air tidak dilakukan praktikum.
Praktikum terhadap agregat adalah Sieve
Analysis (untuk menentukan gradasi agregat supaya jangan terlalu terlalu
banyak pasir/kerikil), Bulk Density (untuk menentukan berat massa,
berapa banyak berat yang harus kita masukkan), Specific Gravity (untuk menentukan berat jenis), kadar organik, Moisture Contain, dan Water Absorbtion.
Campuran beton yang telah selesai
akan diisi kedalam suatu tempat berbentuk silinder yang disebut sebagai benda
uji. silinder terlebih dahulu di olesi dengan oli agar ketika dibuka nanti
beton tidak lengket pada cetakan. Dari kuat tekan benda uji tersebut akan diperoleh
karakteristik beton berdasarkan percobaan yang dilakukan. Pencampuran dan
pengadukan beton dilakukan dengan menggunakan mesin pengaduk Mollen dengan nilai Slump yang direncanakan
yaitu 7,5 – 10 cm mutu beton yang diinginkan adalah mutu beton K-200 dengan alat yang digunakan adalah alat test kuat
tekan (compressive strength).
BAB II
TUJUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Material
Material utama yang digunakan adalah
agregat, yang meliputiCoarse Aggregate
yaitu kerikil dengan butiran nya >
5mm dan Fine Aggregate yang meliputi
pasir kasar ( Coarse Sand), dan pasir
halus (Fine Sand).
2.1.1 Agregat
Agregat untuk beton adalah butiran
mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dengan ukuran butiran antara 0,075
mm - 150 mm. Dalam campuran beton, agregat merupakan bahan penguat dan pengisi.
Menurut kejadiannya agregat dapat
merupakan agregat alami (nature) dan agregat buatan. Contohnya adalah desintegrasi alami batu-batuan seperti
kelikir, pasir, dan batu pecah atau (crusher
stone) yang bagian besar butirnya berukuran antara 5 – 8mm. Agregat buatan adalah agregat yang
dihasilkan sebagai produk lain seperti hasil pemecahan batu bata, terak
lempung, terak dapur tinggi dan lain-lain yang sejenis.
Agregat mempunyai keutamaan dalam
peranannya dalam campuran beton diantaranya adalah:
a. Menghemat
penggunaan portland;
b. Menghasilkan
kekuatan pada beton;
c. Mengurangi
penyusutan pada pengerasan beton;
d. Dengan
gradasi agregat yang baik dapat tercapai beton yang padat;
Berdasrkan kekerasan butiran yang digunakan
dalam campuran beton dapat dibagi 2 (dua) jenis yaitu agregat halus dan agregat
kasar.
2.1.1.1 Agregat Halus
Agregat halus butiran-butiran
mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dengan ukuran 0,075-5 mm dan
kandungan lumpur yang boleh terkandung < 0,063 mm (<5%).
Persyaratan agregat halus menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI)
adalah :
a. Agregat
halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras dan bersifat kekal
artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur.
b. Agregat
halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat
kering). Bilah lebih 5% harus dicuci.
c. Agregat
halus tidak boleh mengandung bahan organis terlalu banyak dan harus dibuktikan
dengan percobaan warna dari ABRAMS-HARDER dengan larutan NaOH 3%.
d. Agregat
halus yang tidak memenuhi percobaan diatas dapat juga dipakai, asal kekuatan
tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari
kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3% yang kemudian
dicuci bersih dengan air pada umur yang sama.
e. Angka
kehalusan (Fineness Modulus) antara
2- 3,2.
f. Agregat
halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam besarnya.
g. Pasir
laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton.
h. Agregat
halus untuk beton dapat berupa pasir alami sebagai desintegrasi alami dari
batu-batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu.
2.1.1.2 Agregat Kasar
Agregat kasar biasa juga disebut
kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau berubah batu pecah
yang diperoleh dari industri pemecah batu, dengan butirannya berukuran antara
5-150 mm. Ketentuan agregat kasar antara
lain :
a. Agregat
kasar halus terdiri dari butir-butir yang beranekaragamnya.
b. Agregat
kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak berpori.
c. Agregat
kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Bilah melampui harus dicuci.
d. Agregat
kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton, seperti zat yang
relatif alkali.
e. Agregat
kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji Rudeloff dengan beban uji
20 ton.
f. Agregat
kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari
batu-batuan atau berupah batu pecah yang diperoleh dari industri pemecahan
batu.
2.1.2 Portland Cement (Semen
Portland)
Portland
Cement (Semen Portland) adalah semen hidrolis (bahan pengikat hidrolis)
yang di hasilkan dengan cara menggiling halus klinker, yang terutama dari
silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan
gips sebagai bahan pembantu.
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland dibagi menjadi 5
(lima) jenis, yaitu :
1. Tipe
I : yaitu untuk konstruksi secara
umum.
2. Tipe
II : yaitu untuk konstruksi secara
umum terutama sekali bila disyaratkan
agak tahan terhadap Sulfat dan
panas hidrasi yang sedang.
3. Tipe
III : yaitu untuk beton yang mengeras
dengan cepat , dekenal dengan istilah
beton dengan kekuatan awal
tinggi.
4. Tipe
IV :yaitu untuk konstruksi yang
menuntut persyaratan panas hidrasi yang
rendah
5. Tipe
V :yaitu untuk konstruksi yang
menuntut persyaratan sangat tahan
terhadap Sulfat
Ketentuan-ketentuan dan syarat semen
yang diharuskan dalam NI-8 antara lain :
a. Untuk
beton tertentu dapat juga dipakai semen lain, seperti semen Portlandtrass, semen
alumina, semen tahan sulfat dan lain-lain.
b. Untuk
beton mutu BO selain jenis semen yang diatas dapat juga semen trass kapur.
c. Untuk
beton mutu K-200 dan mutu lebih tinggi, jumlah semen yang dipakai dalam setiap
campuran harus ditentukan dengan ukuran
berat.
Dalam percobaan ini, semen yang digunakan adalah semen Tipe I yang merupakan produksi PT.SAI
dengan specific grafity 3,15
2.1.3 Air (Water)
Air yang dimasukkan disini adalah
sebagai bahan pembantu dalam konstruksi bagunanan meliputih kegunaannya dalam
pembuatan dan perawatan beton, pemadaman kapur, adukan pasangan dan adukan
plesteran. Air yang dapat dipergunakan dalam campuran beton dan perawatannya
harus bebas dari minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organis (yang
dimasukkan dengan bahan-bahan organis adalah bahan-bahan yang berasal dari
benda hidup) dan bahan-bahan yang merusak beton. Dalam hal ini sebaiknya
digunakan air bersih (air aquades lebih baik), tetapi karena kesulitan
memperolehnya/mahal maka boleh digunakan air yang terdapat di dalam alam
seperti air sumur, air sungai, dan lain-lain dengan ketentuan memenuhi kriteria
air minum.
Pada kegiatan praktikum ini air yang
digunakan berasal dari Laboratorium Konstruksi dan ilmu Bahan Bagunan Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala.
2.2 Benda
Uji
Berat
sejumlah volume agergat tanpa mengandung rongga udara terhadap berat air pada
volume yang sama. Specific Gravity dibedakan dalam dua keadaan yaitu Kekuatan
karakteristik beton diperoleh dari hasil pengetesan sejumlah benda uji beton.
Benda uji beton dapat berbentuk kubus 15x15x15cm3, kubus 20x20x20cm3
dan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Berdasrkan PBI 1971,
benda uji standar ialah kubus 15x15x15 cm3 sedangkan menurut ACI
211.1-77 adalah silinder ukuran 15 cm dengan tinggi 30 cm.
2.3 Metode
Pratikum
2.3.1 Sifta-Sifat Fisis Agregat
Untuk menentukan sifat-sifat fisis
agregatdigunakan metode British Standart (BS) dan America Society for
Testing for Material (ASTM).
Bulk Density merupakan petunjuk kepadatan aggregate, semakin padat
suatu aggregate maka semakin tinggi Bulk
Density. Dalam
penyilidikan Berat Volume (Bulk Density) dilaksanakan berdasarkan metode
BS 812.
Berat jenis (Specific Gravity)
agregat adalah perbandingan keadaan jenuh permukaan (saturated surface dry) dan kering absolut (oven dry) berdasrkan meode BS 812. Pengukuran dilaksanakan dengan
dua cara, yaitu penimbangan diluar dan didalam air untuk kerikil; danuntuk
pasir berdasrkan metode Thawlow’s.
Analisa saringan (sieve
analysis) adalah penentuan persentase berat butiran agregat yang lolos dari
satu set saringan. Analisa saringan (sieve analysis)
bertujuan untuk menentukan gradasi agregat, supaya jangan terlalu banyak pasir
atau terlalu banyak kerikil dengan cara menguraikan susunan butiran agregat
yang diperoleh dari hasil penyaringan benda uji dengan menggunakan beberapa
fraksi saringan. Dalam hal ini saringan standar yang digunakan berdasarkan
metode ASTM.
2.3.2 Komposisi Campuran Beton ( Concrete Mix Design)
Setelah bahan-bahan yang digunakan
dalam campuran beton diteliti sifatnya, kemudian perencanaa komposisi campuran
berdasarkan
American Concrete Institude (ACI)
211.1-91.
BAB III
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN MATERIAL,
PERHITUNGAN KOMPOSISI CAMPURAN BETON, DAN PEMBUATAN BENDA UJI
3.1 Pelaksanaan Pemeriksaan Material
3.1.1 Berat Volume (Bulk Density)
Tujuan :Untuk menentukan berat volume pada
agregat
Langkah
Kerja :
Benda uji yang sudah dioven selama
24 jam dikeluarkan dari oven dan ditumbuk dengan lumpang. Benda uji dimasukkan
1/3 bagian dan ditumbuk sebanyak 25 kali, kemudian dimasukkan 1/3 bagian lagi
sehingga akhirnya penuh. Hal ini
dilakukan 3 (tiga lumpang) dan masing-masing lumpang ditimbang beratnya.
3.1.2 Analisah Saringan (Sieve Analysis)
Tujuan :
Untuk
Menentukan gradasi (susunan butiran) agregat dan sebagai tolok ukur klasifikasi
pemeriksaan persyaratan perencanaan campuran agregat untuk beton.
Langkah
Kerja :
Selanjutnya setelah dihitung berta
volumenya, benda uji dibawa ketempat penyaringan yang berukuran 31,5; 19,1;
9,5; 4,75; 2,36; 1,18; 0,6; 0,3; 0,15 cm; serta sisa. Saringan digoyangkan dengan tangan
beberapa menit. Kemeudian masing-masing fraksi benda uji yang tertahan diatas
saringan ditimbang beratnya.
3.1.3 Berat Jenis (Specific
Grafity)
Tujuan :
Untuk
mengetahui berat jenis agregat
Langkah
Kerja :
Benda uji direndam dalam air selama
24 jam dan dikeringkan hingga mencapai kondisi SSD. Kemudian benda uji
dimasukkan kedalam keranjang lalu ditimbang beratnya diudara.Lalu benda uji
dalam keranjang ditimbang beratnya dalam air. Setelah itu benda uji dioven pada
temperatur 100-110 oC hingga mencapai kondisi kering oven (OD) dan
ditimbang beratnya. Percobaan ini berlaku untuk Coarse Aggregate.
Untuk Fine Aggregate, kondisi SSD didapat dengan cara memasukkan benda
uji yang telah direndam 24 jam dan dikeringkan kedalam cetekan kerucut pasir
yang terdiri dari tiga lapis, setiap lapisan ditumbuk 25x dengan tongkat
pemadatan. Setelah permukaan diratakan, cetakkan diangkat fertikal, jika
cetakkan rubuh maka menandakan bahwa benda uji sudah mencapai kering permukaan.
Benda uji dalam keadaan SSD diisi kedalam gelas beserta tutup plat kaca dan
ditimbang beratnya. Gelas diisi penuh dengan air guna menghilangkan udara yang
dikandung benda uji, caranya adalah dengan membalik-balikkan tabung hingga
buih-buih muncul kepermukaan air dalam tabung, kemudian ditimbang. Benda uji
diisi kedalam kontainer, di oven
hingga kondisi OD dan ditimbang beratnya.
3.1.4 Penyerapan (Absorption)
Tujuan : Menentukan persentase berat air
yang terserap. Absorbsi merupakan persentase perbandingan agregat dalam
keadaan SSD dengan OD
Langka : Merupakan langkah
lanjutan untuk menentukan berat jenis agregat
3.2
Pencampuran Komposisi Campuran Beton
Pada
percobaan ini mutu beton yang direncanakan adalah mutu beton dengan K-200 dengan menggunakan benda uji
berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 6 buah.
Dari tabel A
1,5,3,3 jumlah air yang dibutuhkan adalah 186,76 kg/m3 (didapat
secara interpolasi linier).
FAS
untuk non air entrained concrete
dengan tegangan 207,5 kg/m2dari tabel A 1.5.3.4 adalah 0,612. Sehingga jumlah semen yang
dibutuhkan
=Jumlah
Air Yang Diperlukan =
= 305,16 kg/m3
Faktor Air Semen
Coarse
Aggregate dengan diameter max 31,5 cm dengan dry rodded weight 1861 kg/m3.
Jumlah Coarse Aggregate yang
dibutuhkan diperkirakan menggunakan tabel A 1.5.2.6 adalah 0,69 m3(on dry rodded weight) dalam setiap m3
beton. Kebutuhan Coarse Aggregate
(kering) adalah 0,69 m3 x 1861 kg/m3 = 1.284,09 kg.
Dari
tabel A 1.5.3.7.1, berat 1 m3 beton diperkirakan 2395,605 kg. Berat masing-masing bahan yang
telah dihitung :
Air =
186,760 Kg
Semen = 260,474
Kg
CA =
1300,68 Kg
Jumlah = 1747,914 kg
Rumus estimasi campuran agregat halus, dengan perbandingan
Fine Modulus (JISC/DOBOKUGAKKAI)
2,9 =
2,568 (x) + 2,952 (1-x)
2,9 =
2,568 (x) + 2,952 (1-x)
2,9-2,952 = 2,568x-2,952
-0,52 = -0,294
X = -0,052
-0,294
Fs
x = 0,176 (Fine Sand)
CS = 1 – x = 1 – 0,176 = 0,824 (Coarse Sand)
Berat Fine Aggregate menjadi = 2395,6 – 1747,914 = 647,686
kg
BeratFine Sand =
0,021 x 647,686
=
13,601 kg
Berat Coarse Sand = 0,979 x 647,686 =
634,084
kg
Untuk
mencampur pada 6 benda uji standar, maka komposisi campuran yang dibutuhkan
dapat di hitung :
V Silinder
V 1 b.uji = ¼
πd2 h
V 6b.uji = 6 (¼) (3,14) (15)2 (0,3)
=
0,0053 m3 x 6 x 1,2
=
0,03816 m3
+10% =0,03816 + 10% (0,03816) m3
=0,03434 m3
V Kubus
P x L x T = 0,15 x 0,15 x 0,15
=
0,0037 x 6 x 1,2
=
0,02664 m3
Tabel 3.2.1 Komposisi Campuran
Beton
Material
|
Berat 1 M³ Beton (KG)
|
Berat Beton (2) X 0,03498 (KG)
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
|
Air
|
186,760
|
7,12
|
|
Semen
|
275,457
|
10,51
|
|
Coarse Aggregate
|
1.284,09
|
49,00
|
|
Coarse Sand
|
524,569
|
20,01
|
|
Fine Sand
|
112,044
|
4,27
|
|
Jumlah
|
2.383,92
|
90,91
|
3.3 Pembuatan Benda Uji
Setelah
dilakukan mix design, kemudian
dilaksanakan pembuatan benda uji dengan mengaduk campuran beton secara berutan
dari Coarse Aggregate, Coarse Sand, Fine
Sand, semen dan air kedalam Mollen.
Kemudian mollen diputar selama lima
menit.
Setelah
campuran beton teraduk rata, diadakan beberapa pengujian sebagai berikut :
I. Slump Test
Tujuan :
Menentukan
kekentalan (konsistensi) adukan beton.
Langkah Kerja :
Campuran
beton (fresh Concrete) diisi kedalam
kerucut Abram’s yang ditempatkan diatas plat baja, dimana pengisiannya ada 3
lapisan (1/3 bagian kerucut) yang setiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 X dengan
tongkat besi. Saat pengisian kaki kerucut diinjak sampai cetakan tepat terisi.
Lalu kerucut diangkat vertical dan diukur jarak turun permukaan terhadap tinggi
semula.
II. Air meter
Tujuan :
Menentukan berat
volume beton dan kandungan udara di dalam suatu campuran beton.
Langka Keja :
Campuran
beton diisi kedalam airmeter diatas 3 (1/3 bagian wadah airmeter) lapisan dan
setiap lapisan ditumbuk 25 X dengan tongkat pemadatan. Kemudian sekeliling
dindingnya diketuk dengan martil karet, agar butiran udara muncul ke permukaan.
Ratakan permukaan adukan dan airmeter ditutup serta dikunci. Airmeter + benda
uji ditimbang, untuk mengetahui berat volume udara. Dengan menggunakan pompa
pada airmeter, jarum skala pada manometer digerakkan hingga terletak pada 0
(nol). Tekan klep nya agar jarum menunjukkan pada angka skala tertentu. Angka
itu menyatakan kandungan udara dalam 1 m3 beton.
Hasil :
10 cm
Slump Test : 7,5 - 10 cm
Berat
Volume Beton : 12,69 Kg
Suhu : 25,5 oC
Setelah
dilakukan pemeriksaan diatas, benda uji diisi kedalam silindir hingga 1/3
bagian cetakan, lalu ditusuk 25x dengan tongkat berdiameter 15 mm dan panjang
25 cm dengan salah satu ujung dibulatkan, untuk memadatkan. Diisi lagi 2/3 dan
jugak ditusuk 25x. Kemudian diisi hinga penuh, ditusuk dan diratakan dengan
skop. Sekeliling dinding diketuk dengan martil karet agar beton benar-benar
padat.
Selang
4 jam dari pengocaran setiap benda uji diberi Copping (diberi topi dengan mengoles pasta semen dipermukaannya).
Untuk campuran pastanya (6benda uji) adalah
PC = 5 kg
Air = (0,29) x 5 = 1450 ml
Kemudian
dibiarkan 24 jam agar mengeras. Hal ini bertujuan agar permukaan datar, mulus
dan beban terbagi secara merata ke seluruh benda uji.
3.3.1 Pembebanan Benda Uji
Jumlah benda uji adalah sebanyak 6 buah, 3 buah yang
diuji pada umur 7 hari dan 3 buah yang
diuji pada umur 28 hari. Benda uji tersebut dilakukan uji tekan,
sebelumnya ditimbang dahulu.
Kuat tekan beton/benda uji dapat
dihitung dengan rumus:
σ’bi=
Keterangan:
σ’bi = Kuat tekan beton
P =
Beban hancur (ton)
A =
Luas penampang
=
¼
=¼
(3,14)(15)2
=
176,625 cm2
BAB IV
HASIL
PENELITIAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis
Dari
hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis material yang dilaksanakan untuk ketiga jenis material agregat yaitu Coarse Aggregate, Coarse Sand, dan Fine Sand;
Maka hasil penyelidikan tertera pada tabel berikut:
Tabel 4.1.1 Hasil Sieve Analysis
UKURAN SARINGAN (MM)
|
Persen rata-rata tinggal dalam saringan
|
||
Coarse Aggregate
|
Coarse Sand
|
Fiine Sand
|
|
31,5
|
0
|
0
|
0
|
19,1
|
15,525
|
0
|
0
|
9,52
|
40,088
|
0
|
0
|
4,76
|
28,55
|
8,193
|
0
|
2,38
|
10,915
|
40,997
|
10
|
1,19
|
2,05
|
15,077
|
17,547
|
0,60
|
0,975
|
26,133
|
25,467
|
0,30
|
0,73
|
25,073
|
28,086
|
0,15
|
0,37
|
12,457
|
14,033
|
Sisa
|
0,794
|
5,66
|
4,866
|
Total
|
100,000
|
100,000
|
100,000
|
Tabel 4.1.2 Hasil penelitian Sifat Fisis Agregat
No
|
Sifat-Sifat Fisis
|
AGREGAT
|
||
Coarse Aaggregate
|
Coarse Sand
|
Fine Sand
|
||
1
|
Specific Gravity SSD
|
2,704
|
2,592
|
2,614
|
2
|
Specific Gravity OD
|
2,672
|
2,507
|
2,32
|
3
|
Bulk Density (Kg/L)
|
1,940
|
1,878
|
1,662
|
4
|
Absoption (%)
|
2,602
|
31,280
|
4,073
|
5
|
Fineness Modulus (FM)
|
5,778
|
4,377
|
2,970
|
4.2 Hasil Pembebanan
Hasil pembebanan diperlihatkan pada tabel 4.2.1
Umur
(hari)
|
Massa
benda uji(kg)
|
Dimensi
|
Luas
bidang (mm)
|
Beban
maxs(m)
|
Kuat
tekan silinder(N/
|
Kuat
tekan kubus
(kg/
|
Rata-rata
silinder
(N/
|
||
L
(mm)
|
D
(mm)
|
Rata-rata kubus
(kg/
|
|||||||
7
|
12,89
|
302
|
150
|
1766,25
|
20.500
|
11,606
|
139,83
|
||
7
|
12,79
|
302,5
|
151
|
1789,88
|
26.000
|
14,526
|
175,01
|
12,889
|
155,293
|
7
|
12,94
|
302,5
|
151
|
1794,62
|
22.500
|
12,537
|
151,04
|
||
28
|
29,319
|
215,12
|
|||||||
28
|
29,712
|
269,38
|
82,821
|
238,953
|
|||||
28
|
29,790
|
232,36
|
Tabel 4.2.1 Hasil Kuat Tekan
Benda
4.2.1 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda
uji 7 hari meliputi:
A. Kuat
Tekan Beton Rata-rata
σ’bm =
=465,88
= 155,29 kg/cm2
3
B. Deviasi Standar
Tabel 4.1.2 Deviasi Standar
No
|
σ'bi
|
σ'bm
|
(σ'bi - σ'bm)²
|
|
1
|
139,83
|
155,29
|
239,011
|
|
2
|
175,01
|
155,29
|
388,878
|
|
3
|
151,04
|
155,29
|
18,062
|
|
465,88
|
465,87
|
Σ = 645,951
|
Deviasi
standar merupakan tolok ukur dari mutu pelaksanaan pekerjaan pembetonan.
Berdasarkan PBI Deviasi Standar (S) diperoleh dari rumus :
S =
=
= 17,971
4.2.2 Hasil Kuat Tekan Benda
Uji 28 Hari
Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji
meliputih:
A. Kuat
Tekan Beton Rata-rata
σ’bm =
=716,86
= 238,953 Kg/cm2
3
B. Deviasi Standar
Tabel 4.2.2
Deviasi Standar
No
|
σ'bi
|
σ'bm
|
(σ'bi - σ'bm)²
|
|
1
|
215,12
|
238,953
|
568,011
|
|
2
|
269,38
|
238,953
|
925,802
|
|
3
|
232,36
|
238,953
|
43,467
|
|
716,86
|
716,859
|
Σ = 1537,28
|
Deviasi standar
merupakan tolok ukur dari mutu pelaksanaan pekerjaan pembetonan. Berdasarkan PBI Deviasi Standar
(S) diperoleh dari rumus :
S =
=
= 27,724
σ’bk = σ’bm – k . S
= 238,953 – (1,64) (27,724)
= 238,953 – 45,467
= 193,486 kg/cm2
Keterangan :
σ’bk = kuat tekan
karakteristik
σ’bm = kuat tekan rata
k = 1,64
Berdasarkan hasil kuat tekan diatas,
maka dapat dilihat bahwa persentase kekuatan beton terhadap mutu beton yang direncanakan
adalah :
= Mutu Beton Campuran x 100
Mutu Beton Rencana
= 238,953 x100
200
= 119,476 %
Jadi,
selisih persentase kekuatan beton terhadap mutu beton hasil pengujian dengan kekuatan beton terhadap mutu beton
yang direncanakan adalah:
= 119,476% - 100%
= 19,476
%
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari
hasil praktikum yang telah dilaksanakan maka diperoleh :
1.
Kuat tekan beton karakteristik (σ’bk)
sebesar 193,486Kg/cm2. Hal ini berarti kuat tekan mencapai 119,476%
dari kuat tekan rencana.
2.
Kuat tekan beton rata-rata (σ’bm) yang
diperoleh dari 6 benda uji sebesar 238,953 Kg/cm2 dengan nilai
deviasi standar (S) sebesar 27,724 Tinggi slump
Test yang diperoleh 10 cm, yaitu
memenuhi syarat tinggi slump yang direncanakan yaitu 7,5cm – 10cm.
3.
Selisih persentase kekuatan beton
rencana dan kekuatan beton hasil pengujian adalah 19,476%
5.2 Saran
Penulis
menyadari bahwa dalam melaksanakan kegiatan praktikum penulis melakukan beberapa
kelalaian dan kekhilafan karena tidak ada manusia didunia ini yang sempurna.
Karena setiap segala sesuatu yang telah kita lakukan insya Allah akan ada
hikmahnya, semoga kekhilafan penulis menjadi bekal pengalaman penulis untuk
melangkah ke depan ke arah yang lebih baik.
Bedasarkan
pengalaman penulis selama melaksanakan praktikuim, penulis menilai jadwal yang
direncanakan tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan. Tercatat ada sekitar
2 atau 3 kali mahasiswa yang ingin melakukan praktikum harus ditunda dengan
beberapa alasan. Untuk itu penulis mengharap agar ke depan bisa di perbaiki dan
diantisipasi sedari awal agar kegiatan yang kita lakukan tidak molor waktunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiyono,
2006, Kontruksi Beton, Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta.
Brook,
L. J.Murdock, 1999, Bahan Dan Praktek
Beton, terjemahan Ir. Stephanus
Hindarko,
Pemerbit Erlangga, Jakarta.
Diraatmadja.1982,
Membangun Ilmu Bangunan, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Hanafiah,
M.Ali, 1995, Panduan Praktikum
Merencanakan Komposisi CampuranStruktural, Laboratorium Kontruksi Dan Bahan
Bangunan Fakultas Teknik Unsyiah, Banda Aceh.
Moochtar,
Ir. Radinal, 1982, Persyaratan Umum Bahan
Bangunan Di Indonesia,Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta
Karya, Bandung.
Safel,
dkk, 1993, Pedoman Pekerjaan Beton,
Penerbit Erlangga, Jakarta.